Buku Iqro'
cara cepat belajar baca al-Quran.
harga : 8.000-
Buku yang disusun oleh KH.As'ad Humam dari balai Litbang LPTQ Nasional team tadarus "AMM" Yogjakarta itu merangkumkan dengan ringkas dan jelas, agar bisa dipahami dengan lebih mudah bagi siapa saja yang ingin cepat belajar mebaca Al-Quran.
buku Iqro' yang disusun dalam satu buku itu berisi 6 jilid. Maka dari itu, buku ini hadir dengan kemasan yang praktis dan mudah dibawa kemana-mana, untuk mempermudah pembelajaran.
pada jilid 1 ada 39 halaman.
pada jilid 2 ada 32 halaman.
pada jilid 3 ada 32 halaman
pada jilid 4 ada 32 halaman
pada jilid 5 ada 32 halaman
pada jilid 6 ada 32 halaman.
Buku tersebut disusun secara sistematis dantidak bertele-tele untuk memahaminya. Tetapi isinya sangat mudah dan memiliki cakupan pelajaran yang luas. Melatih pelajar untuk mandiri mengingat bacaan dari teks. Karena tidak disertai dengan bacaan bantuan berbahasa indonesia.
Monday, September 24, 2012
Sunday, September 16, 2012
Wali Songo
Wali Songo; Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan
Penulis: Agus Sunyoto
Penerbit: Trans Pustaka, Jakarta, November 2011, xxii + 276 halaman
harga : 75.000- (belum ongkos kirim).
Kehadiran Wali Songo dalam panggung sejarah penyebaran Islam di tanah Jawa tak bisa dipandang sebelah mata. Keberadaannya menyembulkan kesadaran pentingnya dakwah Islam dengan cara moderat, akulturatif, tanpa meninggalkan nilai-nilai yang menjadi pokok ajaran Islam.
Wali Songo layak menyandang gelar tokoh sejarah, yang bukan semata sebagai pelengkap sejarah Jawa, melainkan juga aktor (pelaku) sejarah yang aktif dan bergumul dengan masyarakat. Selama ini, sejarah selalu ditulis dari versi penguasa, dengan penokohan raja yang heroik. Penulisan sejarah seperti ini telah menihilkan kekuatan sosial-kebudayaan masyarakat yang sebetulnya punya peran penting.
Buku ini berikhtiar membuka selubung sejarah versi kerajaan dengan menampilkan sejarah arus bawah, dengan Wali Songo sebagai lokomotif perubahan. Banyak versi mengenai sejarah Wali Songo yang berkembang di masyarakat. Namun penulis buku ini mengambil posisi sangat hati-hati untuk merekonstruksi sejarah Wali Songo. Dia tidak hanya fokus pada zaman hidup Wali Songo.
Di awal buku ini dijelaskan sejarah terbentuknya Nusantara dan agama yang dianut masyarakatnya pada waktu itu. Sebelum berbagai agama dari belahan dunia --Hindu, Buddha, dan Islam-- masuk, penduduk Jawa telah menganut agama Kapitayan dengan "nabi" bernama Semar. Agama ini percaya bahwa roh, yang diyakini sebagai manifestasi Sang Hyang Widi atau Tuhan, mendiami suatu benda. Sebagai bentuk penyembahan, mereka menaruh sesaji pada benda-benda yang memiliki nama tu, seperti wa-tu (batu), tuk (mata air), dan persembahannya disebut tu-mpeng atau tu-mbal.
Agama Kapitayan inilah yang oleh peneliti Barat disebut animisme-dinamisme. Wali Songo bukanlah generasi awal yang berusaha mengislamkan Jawa. Sebelumnya, upaya itu dilakukan pedagang dan penjelajah muslim. Penemuan makam Fatimah binti Maimun di Gresik menjadi pertanda bahwa pada abad ke-10 sudah ada orang Islam di tanah Jawa. Ini juga didukung dengan penemuan makam beberapa tokoh di tempat-tempat lainnya.
Namun saat itu Islam belum bisa diterima secara luas oleh masyarakat. Selain posisi Majapahit sebagai kerajaan Hindu yang ketika itu masih kuat, juga karena para pendatang Islam tersebut tidak memiliki strategi dakwah yang jitu untuk mengislamkan Jawa. Baru ketika Wali Songo datang pada abad ke-15 dan ke-16, Islam diterima masyarakat luas.
Keberhasilan ini ditunjang dengan dakwah Wali Songo yang mengedepankan perdamaian dan dialog kebudayaan. Agama Kapitayan dan Hindu-Buddha yang masih kuat dianut masyarakat tidak serta-merta diberangus, melainkan diasimilasi dan diakulturasi dengan nilai-nilai Islam. Tidak ada satu agama pun yang merasa dikalahkan atau dilenyapkan.
Harus pula diakui, tidak selamanya Wali Songo membangun dakwah dengan jalan kebudayaan. Setelah Majapahit resmi runtuh, Wali Songo memainkan peran politik, dengan menunjuk Raden Fatah sebagai Raja Demak. Sang raden adalah keturunan Majapahit yang beragama Islam.
Dari sini Islam politik lahir, dengan tidak serta-merta meninggalkan dakwah kebudayaan. Politik ala Wali Songo menjadi landasan etis-kondisional, mengingat kehadiran institusi "negara" (kerajaan) menjadi niscaya untuk mengelola masyarakat dan peradabannya. Politik Wali Songo bergerak melampaui batas-batas kepentingan sesaat para elite. Islam dalam corak Kerajaan Demak adalah manifestasi Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam.
Anggota Wali Songo memiliki berbagai keahlian sehingga memungkinkan untuk berbagi peran. Ada wali yang ahli strategi politik, kesenian, pertanian, dan sebagainya. Kehidupan kenegaraan menjadi seimbang karena ada ahli yang menjadi penyokong masyarakat.
Buku ini menjadi penting bagi kajian sejarah Islam di Indonesia. Bahwa yang dapat diterima masyarakat adalah dakwah kebudayaan dan perdamaian, bukan Islam jalan kekerasan. Islam di Indonesia akan tampak meneduhkan ketika menghormati kebudayaan masyarakat tanpa berhasrat menundukkannya.
Bubur Ayam Untuk Hati
Bubur Ayam Untuk Hati
penulis : Moch Syarif hadi
tebal :140 halaman
harga : 10.000
buku motifasi untuk penyejuk hati dan penggugah jiwa. Buku ini mengajak pembaca untuk mejadi orang yang super power dalam menghadapi semua kondisi.
Tarjim Al-An
Cara mudah menerjemahkan Arab Indonesia.
penulis: Moch Syarif Hidayatullah
tebal : 190 hal
Harga : 60.000- (Belum ongkos kirim).
BUKU Affective Expressions IN Japanese
Buku untuk Memahami Ungkapan Sarat Nilai Bahasa Jepang Sehari-hari
Judul: Affectice Expressins in Japanese: Panduan Memahami Ungkapan Sarat Nilai dalam Bahasa Jepang Sehari-hari
Penulis: Ronald Suleski dan Masada Hiroko
Penerbit: Alkitabah
Tahun terbit: Juli 2012 (cetakan I)
Halaman: 277: 11,5 cm x 17,5 cm.
Harga: Soft Cover Rp. 35.000,- (di luar ongkos kirim)
Dalam bahasa Jepang, terdapat ungkapan-ungkapan yang disebut ekspresi perasaan seperti “yappari”, “sa-suga”, “douse”. Ungkapan-ungkapan seperti ini biasa digunakan di dalam percakapan sehari-hari. Ungkap-an tersebut adalah ungkapan yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan pembicara secara lang-sung atau mengekspresikan perasaan pembicara yang tersembunyi di balik kata-kata. Tentu saja di setiap bahasa yang ada di dunia ini, ungkapan-ung-kapan seperti ini ada, tetapi dibandingkan dengan bahasa lain, sepertinya bahasa Jepang lebih kaya akan ungkapan-ungkapan seperti ini. Ungkapan-ungkap-an seperti ini, walaupun pendek namun didalamnya terdapat perasaan yang halus dari si pembicara seperti keterkejutan, harapan, kecurigaan, keraguan, ataupun perasaan tak terduga, mengantarkan kita pada arti keseluruhan dari kalimat yang diungkapan pembi-cara, sehingga dapat menghasilkan suatu percakapan yang hidup. Ungkapan yang bagi orang Jepang, siapapun ia, ketika mendengarnya dapat langsung dimengerti ini, bagi penutur bahasa lain yang mem-pelajari bahasa Jepang, kalau hanya dengan meng-andalkan melihat kamus semata, mungkin akan menemui kesulita untuk memahami maksud dari ungkapan ini. Sekalipun mengerti maknanya, namun untuk menguasai secara sempurna ungkapan-ung-kapan ini seperti kapan dan bagaimana ungkapan ini sebaiknya digunakan adalah suatu teknik yang sulit. Dapat dikatakan bahwa salah satu penyebab penutur bahasa non Jepang berpikir kalau mempelajari bahasa Jepang itu sulit adalah karena penggunaan ungkapan-ungkapan seperti ini.
Oleh sebab itu, dengan harapan agar dapat membantu melampaui rintangan seperti ini, kami para staf pengajar Program Studi Sastra JepangUniversitas Al Azhar Indonesia(UAI) menerjemah-kan buku yang ditulis oleh Ronald Suleski dan Masada Hiroko berjudul Affective Expressions in Japanese:Panduan Memahami Ungkapan Sarat Nilai dalam Bahasa Jepang Sehari-hari, dimana buku ini pada dasarnya ditulis untuk mereka yang berbahasa ibu bahasa Inggris. Buku ini menjelaskan makna yang terkandung di dalam ungkapan yang pendek, de-ngan penjelasan yang mudah dimengerti, memung-kinkan pembacanya untuk memahami makna yang terkandung di dalam ekspresi afektif melalui penje-lasan proses berpikir si pembicara sampai bisa menge-luarkan ekspresi tersebut, penjelasan masing-masing implikasi makna yang terdapat didalamnya, sampai pada penjelasan keadaan dan situasi percakapan, se-hingga para pelajar asing yang mempelajari bahasa Jepang jadi lebih mudah untuk mempelajari bahasa Jepang. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang mun-cul pada saat proses pernerjemahan diselesaikan dengan diskusi yang dilakukan seluruh staf pener-jemah sampai mencapai kesepakatan atas terjemahan yang paling cocok.
Kami percaya bahwa buku ini tentunya akan sangat berguna tidak hanya bagi mereka yang sudah mencapai tingkat atas, tapi juga para pelajar yang telah menyelesaikan bahasa Jepang tingkat dasar agar mereka bisa berbicara “bahasa Jepang yang benar-benar seperti bahasa Jepang,” Dan tiada hentinya kami berharap agar buku ini dapat menjadi suatu bentuk nyata di dalam membantu orang Indonesia yang belajar bahasa Jepang untuk dapat memahami Jepang dan orang Jepang melalui bahasa Jepang.
Subscribe to:
Posts (Atom)